Pandangan menyedihkan itu terarah
padanya, pandangan merendahkan itu terus terarah padanya, pandangan menjijikkan
itu lagi-lagi terarah padanya. Perasaan apa ini? Perasaan terasing yang aneh
ini. Mereka kenapa? Ada apa? Salah apa? Dia hanya melakukan apa yang ada
dipikirannya, itu saja!
Lantas apa artinya ini? Seakan-akan
mereka menghakimi seorang anak kecil tak berdaya itu, mengasingkannya, seakan
dia tidak ada.
Anak itu heran, teramat sangat
heran.
“Bolehkah aku bergabung ?” cicitnya, lalu
perlakuan tak enak itu terjadi lagi, mereka mengabaikannya.
“Ada apa ?”
Anak itu terus sendiri, menjadi
pendiam, tak ingin tahu sekitarnya. Dia tumbuh menjadi anak yang tertutup. Dia berjuang,
membuktikan diri bahwa dia bisa, membuktikannya bahwa mereka akan menyesal
telah mengasingkannya. Dia tidak membuat onar agar mendapat perhatian, tidak. Dia
memulai dengan belajar, dia memulai dengan menjadi bintang kelas, dia memulai
dengan menjadi anak yang pintar.
Dia bisa, ya dia bisa sendiri tak
butuh teman!
Akhirnya mereka melihat
keberadaannya, mereka mengakuinya bahwa dia bisa. Anak itu mulai memiliki
banyak teman ya hanya teman. Anak itu tidak menganggap mereka tulus dia masih
merasa bahwa mereka menerimanya karena dia bisa, dia pintar.
Dia terus melanjutkan perjalanan
hidupnya, melihat teman yang sesungguhnya, melihat teman yang bisa membuatnya
tertawa, ya teman, hanya teman yang tulus. Seiring berjalannya waktu mereka pasti
akan datang, pergi, datang lalu pergi lagi, Anak itu pasti bisa bahagia dengan
temannya.