Teman

"Teman ada bukan untuk di lupakan." :)

Rabu, 18 Februari 2015

Setetes Semangat Dalam DJAa

Setetes Semangat Dalam DJAa
Karya : Lathifah Nur Ikarini


Suara gemercik air yang disebabkan oleh turunnya hujan bertambah riuh oleh suara hentakan sepatu, 4 pasang kaki terlihat sedang berlari menghindari hujan, namun bukan hanya itu mereka terlihat sedang mengejar sesuatu . Ya, mereka terlambat menghadiri sebuah acara  yang diadakan sehari yang lalu. Tiga orang anak–dua perempuan dan seorang lelaki­–yang berumur belasan tahun serta seorang lagi berumur empat puluhan sedang berlari menuju ruangan. Ruangan tersebut nampak seperti asrama.
Ketiga anak tersebut lalu segera melakukan registrasi dan mengganti pakaian di kamar yang sebelumnya telah ditunjukkan oleh panitia. Anak lelaki tersebut lebih dulu tiba di aula disusul kedua anak perempuan.
Ketiga anak itu mengikuti Diklat Jurnalistik Abu-abu yang diadakan oleh Lembaga Profesi UNM Makassar. Namun dikarenakan seleksi olimpiade kabupaten dan pembukaan DJAa bertepatan yakni 11 Februari 2015, maka mereka memilih olimpiade dan menyusul mengikuti DJAa.
Anak lelaki berambut plontos, kurus, dan bermuka aneh bercampur lucu sangat serius mengikuti materi padahal biasanya dia sangatlah heboh dan meriah, dia menjadi pendiam. Namun setelah pembagian kelompok pada hari ke-3 pelatihan dia telah kembali pada fase awalnya. Dia menjadi hyperaktif kembali, bagaikan sebuah bunga yang kembali mekar setelah berhari-hari tak diberi air.
Anak perempuan bertubuh mungil, langsing, memiliki mata yang indah, dan senyum manis yang merekah, suara yang merdu dan bernada friendly terlihat fine-fine saja dengan hari pertamanya, dia terlihat akrab dengan semua orang yang ditemuinya. Sepertinya dia dapat beradaptasi dengan baik.
Anak perempuan yang terakhir bertubuh agak tambun, berkulit sawo matang, matanya bulat, bulu matanya melengkung keatas membentuk setengah lingkaran,  cewe yang satu ini sangat pemalu pada orang dan lingkungan baru. Baginya sesuatu yang baru itu “menakutkan” dia gagal beradaptasi dengan cepat sehingga selalu merasa sendiri karena tidak mampu mengikuti arus, seperti siput. Kini kesendirian menghantuinya. Pertanyaan-pertanyaan aneh dibenaknya bermunculan dengan sendirinya mengikis rasa percaya dirinya perlahan-lahan. Namun, dia masih memiliki kepercayaan pada dirinya meski hanya secuil yaitu dalam hal menulis. Dia  masih percaya diri mengungkapkan pemikirannya dalam tulisan. Dan disinilah dia di aula pelatihan DJAa dengan materi “Menulis Kreatif” yang dibawakan oleh Andhika Mappasomba, orang yang sangat unik dan menarik, materi yang dibawakannya santai namun berkesan yang membuat peserta mengerti.
“Ketika anda kehabisan kata-kata, just close your eyes and everything comes to you” tutur kak Andhika.
Kata-kata inilah yang memotivasi cewe itu untuk tetap menulis meski dia lamban, setidaknya dia tidak lamban dalam hal menulis, apalagi menulis karangan. Sepatah dua kata mengundang seluruh asa masuk dalam relungnya. Dia ingin menulis dengan tujuan menyampaikan sesuatu, sesuatu yang tidak bisa keluar dari mulutnya. Memang ada kata rapuh tapi semangat takkan patah.
Gadis  pemalu ini terus memacu hingga sampai yang dia bayangkan. Akhirnya ada yang menetesi semangat dalam hatinya yang suram setelah mengikuti kegiatan DJAa.     




Alhamdulillah Juara 3 lomba menulis cerpan (DJAa)
Thanks to Suardi (SMK 3 Pinrang) yang bersedia "memasukkan" motto hidupmu, hehe :D, makasih juga sudah mau edit cerpenku :D

Cerpen ini spesial buat seluruh alumni DJAa 2015, Rindu kalian~ :''''

Rabu, 04 Februari 2015

Seperti apa?

                Kasih sayang itu apa? Kasih sayang itu untuk apa? Kasih sayang itu untuk siapa? Seperti apa itu kasih sayang? Adakah kasih sayang yang tulus? Kalau ada maka seperti apakah rasanya disayangi?
                Lalu kebencian itu apa? Rasa benci itu untuk apa? Untuk siapa? Seperti apa? Adakah kebencian yang menyenangkan? Seperti apa rasanya membenci?
                Lantas adakah manusia yang tidak bisa merasakan keduanya? Bagaimana caranya? Bisakah? Bisakah keduanya hilang?
                Pertanyaan itu terus mengiang-ngiang di pikirannya, dia mengurung diri di kamar memikirkan semua itu, ingin rasanya dia lari, tapi kemana? Dia hanyalah seorang yang masih sangat bergantung pada orang lain. Hah, rumit sekali. Penyebab semua itu adalah sikapnya, tapi mau bagaimana lagi? Begitulah dia, seperti itulah dia, seharusnya orang itu mengerti tak seharusnya dia berbisik-bisik jelek tentangnya, dan parahnya Anak itu mendengarnya.
                Harus bagaimana? Kalau memang itu penyebabnya dia ingin mundur saja daripada seperti ini tapi.. dia tidak bisa mundur lagi. Dia harus menahan semuanya, menahan perasaan menjengkelkan itu, menghiraukan perkataan menyakitkan itu. Untuk semua hal itu dia bisa, namun kali ini lain lagi, dia sangat membenci yang satu ini. Siapa coba yang suka di bandingkan dengan orang lain? Apalagi kekuranganmulah yang menjadi perbandingan, tidak ada! Dan dia sangat tidak ingin diperlakukan seperti itu, baginya begitulah dia, dia adalah dia bukan orang lain.
                Lalu bagaiman ini? Apakah dia masih harus begini? Masih harus diam? Masih harus sabar? Masih harus menahan? Siapakah yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan memuakkan ini? Ya dia, hanya dia yang bisa menjawabnya dan yang harus dilakukannya adalah terus diam sampai mati rasa.